Senin, 01 Februari 2010

Living in Tenno's Country

Ikkoku Senkin
Jepang terkenal sebagai negera yang sangat ketat mengenai masalah ketepatwaktuan. Saya belajar banyak tentang ketepatwaktuan selama saya tinggal di sini. Ga ada lagi yang namanya jam karet di negeri ini. Janjian jam 1 ya kumpul jam 1 dan bukannya jam 2 seperti kebiasaan di Indonesia. Mereka yang sering terlambat akan dianggap tidak reliable oleh yang lain. Menurut hasil survey di Tokyo, hanya 5% perempuan dan 4% laki-laki memiliki jam tangan yang tidak akurat. Robert Levine dan Ellen Wolff menetapkan Jepang sebagai negara dengan konsep ketepatwaktuan terbaik di dunia. Hasil survei menunjukkan bahwa mahasiswa Jepang terlambat ke kelas kurang dari sekali per minggu, dan guru menghukum keterlambatan dengan menurunkan nilai. Semua serba tepat waktu disini mulai dari waktu janjian, jadwal bus/kereta api, sampai estimasi waktu antrian setiap wahana di Disneyland. Kecepatan rata-rata berjalan, ketepatan jam di bank, dan efisiensi kantor pos adalah yang tertinggi di dunia.

Transportation System
Satu hal yang sangat saya sukai dari negeri ini adalah sistem transportasinya yang super duper convenient. Jepang merupakan salah satu negara yang memiliki jaringan transportasi termaju di dunia. Semua mode transportasi di sini selalu bersih, tepat waktu, no smoking, no pedagang asongan dan no copet. Ada bermacam-macam mode transportasi darat di negeri ini, mulai dari bus, subway, tram, kereta api (local train), hingga shinkansen.

Bus di sini mirip-mirip sama Transjakarta atau Transjogja di Indonesia. Mereka hanya berhenti di tiap bus stop saja. Jadi ya ga bisa seenaknya nyetop bus di tengah jalan dan harus rela jalan sedikit jauh untuk mencapai bus stop. Tapi enaknya adalah kita ga perlu nunggu bus ngetem berlama-lama di suatu tempat. Selain itu bus datang hampir setiap 5 menit, jadi tidak perlu menunggu lama jika kita ketinggalan 1 bus.

Tidak semua kota di Jepang memiliki subway dan tram. Biasanya subway ada di kota-kota besar seperti Tokyo, Kyoto, dan Osaka. Subway merupakan mode transportasi yang menurut saya paling convenient. Cepat dan menjangkau hampir seluruh tempat di dalam kota. Jaringan subway terbesar ada di Tokyo. Di Tokyo terdapat lebih dari 15 line yang menghubungkan berbagai tempat di dalam kota. Awalnya saya juga sempat bingung membaca peta subway Tokyo yang berwarna-warni itu, tapi setelah sekali naik saya langsung terbiasa. Hiroshima sendiri tidak memiliki subway, tetapi memiliki jaringan tram ataustreet car yang menghubungkan beberapa wilayah di pusat kota.

Kereta api tersebar hampir di seluruh wilayah Jepang mulai dari Hokaido hingga Kyushu. Alat transportasi ini menghubungkan kota yang satu dengan yang lainnya. Ada berbagai jenis kereta api mulai dari local train, rapid train, limited express, hingga si super cepat shinkansen yang kecepatan maksimumnya mencapai 300km/jam. Shinkansen terkenal sangat on time, tingkat keterlambatan rata-rata shinkansen adalah 24 detik/kereta. The trains are so prompt that watches can be set by them. Shinkansen juga belum pernah sekalipun mengalami kecelakaan sejak pertama beroperasi pada 1964.

Takai desu ne!
Jepang terkenal sebagai negara termahal di dunia. Jangan kaget bila datang ke sini dan menemukan sebotol air mineral 500ml seharga Rp 10.000,00 dan sebuah melon yang ga-gede-gede-amat-dan-rasanya-biasa-aja seharga lebih dari Rp 200.000,00.

Ada beberapa hal yang menyebabkan mahalnya biaya hidup di Jepang. Aging society membuat sumberdaya manusia sebagai benda yang semakin langka. Dan sesuai dengan hukum ekonomi maka harga sumber daya manusia itu menjadi sangat mahal di negeri ini. Big Mac Index menunjukkan bahwa pekerja di Jepang mendapatkan gaji per jam terbesar di dunia.

Sistem distribusi yang tidak efisien juga berkontribusi terhadap tingginya biaya hidup di negeri ini. Jepang memiliki sistem distribusi yang luar biasa ruwet dengan berbagai lapisan. Dan semakin banyak jumlah intermediaries antara produsen dan konsumen maka akan semakin membengkak pula harga suatu produk. Ribetnya sistem distribusi di Jepang tidak lepas dari kebijakan pemerintah Jepang pasca PD II. Pasca PD II, banyak orang yang membutuhkan pekerjaan sehingga sistem distribusi dibuat sedemikian rupa agar bisa memperkerjakan banyak orang.

Mahalnya biaya hidup di negeri ini juga tidak lepas dari keapatisan penduduk Jepang terhadap harga-harga yang setinggi langit tersebut. Masyarakat Jepang lebih memilih membeli produk berharga mahal tetapi stabil daripada barang murah yang harganya naik sedikit demi sedikit mengikuti kenaikan harga bahan baku. Dan yang terakhir tentu saja menguatnya nilai Yen terhadap mata uang asing lainnya membuat biaya hidup di negara ini menjadi sangat mahal bagi para pendatang. Untungnya sejauh ini uang beasiswa yang saya terima sudah lebih dari cukup untuk membiayai hidup saya di sini sehingga saya tidak perlu meminta suntikan dana dari orang tua.


Discount Day and Late-night Grocery Shop
Hidup di negara yang apa-apa mahal ini tentunya kita harus pintar-pintar berhemat. Salah satu caranya adalah dengan menyiasati waktu belanja kita. Supa atau supermarket di Jepang biasanya memiliki satu hari diskon dalam seminggu dimana harga kebutuhan pokok dijual lebih murah sekitar 10-50%. Biasanya tiap-tiap supa memiliki disount day yang berbeda-beda. Saya sendiri biasa berbelanja setiap hari selasa dimana 10 butir telur yang biasanya dijual seharga ¥ 198 pada hari-hari lainnya, bisa saya dapatkan dengan harga ¥ 97 saja.

Selain berbelanja pada hari diskon, saya juga sering berbelanja agak larut malam. Supa di dekat apato saya setiap harinya buka hingga pukul 22.30. Dan biasanya 30 menit sebelum supa ditutup harga berbagai macam ikan, daging, serta masakan siap saji akan didiskon hingga 80% karena mereka tidak bisa menjualnya keesokan hari. Mungkin rasanya sudah tidak akan segar lagi jika dimakan mentah-mentah (dibuat sushi atau sashimi). Tapi jika dimasukkan ke dalam frezzer, saya masih bisa memasaknya hingga dua hari kemudian.

Watch your garbage out!
Jepang adalah negara yang sangat bersih. Jarang sekali saya temui ada sampah tergeletak di jalanan meskipun anehnya sangat sulit untuk menemukan tempat sampah di tempat umum. Ya, sangat sulit untuk menemukan tempat sampah di tempat umum sehingga sering kali saya harus membawa sampah-sampah hingga pulang ke rumah. Beberapa tempat yang biasanya memiliki tempat sampah adalah convenient store (7eleven atau Lawson, biasanya untuk berbagai jenis sampah), di samping vending machine (hanya untuk pet bottle dan atau kaleng), dan toilet (tapi biasanya tempat sampahnya sangat kecil karena fungsi utamanya hanya untuk sampah tissue).

Selain masalah membuang sampah, masalah sortir-menyortir sampah menjadi hal paling ribet selama saya tinggal di sini. Biasanya kita hanya mengenal 2 jenis (organic dan non organic) ataupun 4 jenis sampah (kertas, plastic, kaleng, organic) seperti yang ada di kampus saya di Indonesia. Di sini kita harus menyortir limbah rumah tangga kita menjadi “DELAPAN” jenis sampah; combustible garbage, incombustible garbage, pet bottle, recyclable plastic, other plastic, recyclable garbage, toxic garbage, dan large garbage. Belum lagi pengelompokkan sub kategori dari tiap jenis sampah tersebut. Jika di Indonesia biasanya kita langsung membuang pet bottle begitu saja, disini kita harus memisahkan antara botol, label, dan tutupnya. Botol masuk ke kategori pet bottle sementara label dan tutupnya masuk ke kategori recyclable plastic, tetapi biasanya tutup botol dibuang terpisah dari label. Namun, khusus untuk tempat sampah pet bottle di sebelah vending machine, kita bisa membuang keseluruhan botol tersebut tanpa perlu memilah-milah.

Dan yang tidak kalah pentingnya adalah jadwal pembuangan sampah. Kita tidak bisa sembarangan membuang sampah setiap harinya. Tiap jenis sampah memiliki jadwal pembuangan tersendiri dan kita tidak diperbolehkan membuang sampah bukan pada jadwal pembuangannya. Terdengar sangat ribet memang. Tapi berkat sistem persampahan yang ribet inilah Jepang bisa menjadi negara yang bersih. Mereka juga berhasil mengurangi jumlah sampah dengan mendaur ulang sampah-sampah yang ada.

***

Keterangan:
- Tenno secara harafiah berarti kekaisaran surgawi, merujuk pada kekaisaran Jepang yang dianggap keturunan langsung dari Dewa Matahari.
- Ikkoku Senkin, peribahasa Jepang yang berarti waktu adalah hal yang berharga. Kurang lebih sama seperti "time is money"-nya Inggris.
- Takai secara harafiah berarti mahal atau tinggi. Bentuk desu ne digunakkan untuk menguatkan pernyataan atau mengharapkan pendapat yang sama dari lawan bicara (seperti question tag dalam kalimat English). Takai desu ne! = Mahal ya!