Jumat, 26 Maret 2010

Kulineran di Negeri Gingseng


Jika selama travelling di Jepang saya biasa menghemat uang makan dengan membeli onigiri, maka di Korea saya agak memanjakan diri dan sedikit berboros-boros dalam hal membeli makanan. Selain karena harga makanan di Korea yang relatif lebih murah, cita rasa yang ditawarkannya pun sangat menggiurkan. Pedas! Rasa yang sangat saya rindukan setelah hampir lima bulan tinggal di negeri matahari terbit.

You are what you eat. Perbedaan karakteristik antara orang Jepang dan Korea mencerminkan apa dan bagaimana mereka makan. Orang Jepang yang serba teratur, detail, dan kalem terbiasa makan-makanan yang rasanya cenderung hambar, tidak terlalu tajam, dengan berbagai bentuk yang sangat indah dan detail. Sementara itu, orang Korea yang cenderung lebih dinamis, cerewet, dan galak lebih menyukai makanan yang pedas dan asam. Mereka juga tidak terlalu menaruh perhatian pada tampilan makanan dan sangat suka mengaduk campur semua makanan bersama nasi.

Makanan korea dihidangkan bersama banchan (lauk-pauk sampingan) yang biasanya berbeda-beda untuk tiap masakan. Banchan biasanya terdiri dari berbagai macam sayur dingin, tahu, kentang ataupun bihun serta semangkuk kuah sup dalam porsi kecil. Meskipun jenis banchan biasanya berbeda-beda untuk tiap jenis masakan yang disajikan, ada satu makanan yang tidak pernah absen dari meja, Kimchi. Kimchi adalah makanan tradisional Korea, salah satu jenis asinan sayur hasil fermentasi yang diberi bumbu pedas. Sayuran yang paling umum dibuat kimchi adalah sawi putih dan lobak. Orang korea makan menggunakan sendok dan sumpit. Agak berbeda dengan Jepang, sumpit di Korea lebih panjang dan pipih serta terbuat dari stainless steel.

Berikut ini adalah makanan-makanan yang saya makan selama perjalanan saya 5 hari di Korea Selatan.

Seafood friedrice (Haemul bokkeumbap)

Ini adalah makanan pertama yang saya makan di Korea. Nasi goreng ala Korea yang dimasak dengan berbagai jenis seafood – mulai dari udang, cumi-cumi, kerang, sampai gurita – dengan taburan nori di atasnya dan telur setengah matang. Jika dibandingkan dengan nasi goreng Indonesia, rasa nasi goreng ini cenderung lebih lembut, tanpa kecap dan saos. Sangat maknyuss untuk mengobati perut yang kelaparan dan cukup hangat untuk menghadapi suhu di luar ruangan yang saat itu mencapai minus 5 derajat.

Hot Spicy Tuna and Seafood

Sebelum melakukan perjalanan di hari pertama, saya dan Damara memutuskan untuk mengisi perut terlebih dahulu. Untunglah kami berhasil menemukan sebuah restoran yang sudah buka pada jam 7 pagi kala itu. Kami memesan Hot Spicy Tuna (untuk saya) dan Hot Spicy Seafood (untuk Damara). Masakan ini disajkan di sebuah piring oval besar yang di Indonesia biasanya digunakan untuk piring sayur/lauk dengan perbandingan nasi : lauk, 1: 1. Ketika saya sedang enak-enak menikmati masakan yang lezat tersebut, tiba-tiba si Ahjumma pemilik warung makan tersebut menyuruh saya untuk mencampur aduk nasi dengan lauknya. Dia bilang seperti itulah cara orang Korea makan, tapi saya tetap bersikeras tak ingin mengaduk makanan saya, haha..

Turkish Cuisine


Karena di hari pertama perjalanan kami mengunjungi Itaewon, akhirnya kami memutuskan untuk mencicipi makanan di sebuah restoran halal yang banyak terdapat di area sekitar masjid sentral Seoul. Di sebuah restoran bernama Salam tersebut kami memesan menu yang sudah sangat lama tidak kami makan, daging ayam dan sapi, nasi putih, dan roti khan. Masakan dengan cita rasa timur tengah tersebut sangat lezat dan mampu mengobati kerinduan kami mengkonsumsi daging yang selama ini jarang kami makan. ^_^

Seafood Soup (Haemul jjigae)

Setelah berlelah-lelah mengelilingi pasar Insa-dong di hari kedua, kami mencari makan siang di sekitar daerah tersebut. Akhirnya kami memutuskan makan di sebuah rumah makan dengan menu berbahasa Inggris, setelah keluar masuk beberapa gang. Karena udara di luar saat itu cukup dingin, kami memutuskan untuk memesan sup seafood yang hangat. Sup seafood ini berisi berbagai macam seafood, tofu, dan juga jamur hioko dengan kuah berbumbu miso. Sangat lezat dan hangat!!

Cold Noodle

Sewaktu di Namiseoum, kami masuk ke sebuah restoran yang tampaknya memiliki menu berbahasa Inggris. Dengan bantuan seorang waiter akhirnya kami memilih sebuah menu mi yang insyaAllah halal karena tidak menggunakan daging. Ternyata saya salah memesan menu (T-T). Si waiter tersebut tidak mengatakan bahwa mi tersebut disajikan dingin. Huweee…saya cukup terkejut ketika saya menyentuh mangkok mie itu pertama kalinya. Kok dingiin?? Itulah pertama kalinya saya makan mie dingin, di musim salju pula. Selain dingin, mie tersebut juga terasa asing di lidah saya. Karena bumbu sambal yang rasanya tidak jelas di lidah saya serta mie yang sangat kenyal sehingga susah ditelan, dengan sangat menyesal (karena salah pilih menu), bete (karena si waiter ga bilang kalo itu mie dingin), dan mual (karena rasanya yang ga jelas) akhirnya saya gagal menghabiskan menu tersebut. (-_-“)

Temple Food

Pada hari keempat, kami pergi menuju daerah selatan Koera, Daegu dan Busan. Tempat tujuan kami di Daegu adalah Donghwasa Temple, sebuah kuil Budha yang terletak di sebuah bukit di sebelat utara kota Daegu. Ketika kami akan beranjak dari kuil tersebut, seorang wanita menghampiri kami. Wanita yang ternyata pemandu wisata sukarela untuk kuil tersebut mengajak kami mencoba masakan kuil yang biasa dimakan oleh para biksu. Karena penasaran dan gratis, kami menyetujui ajakannya. Masakan kuil hanya terdiri dari tumbuh-tumbuhannya saja karena para biksu dilarang membunuh makhluk hidup lainnya (padahal ya tumbuhan juga makhluk hidup ;p). Kantin tempat kami makan tersebut terbuka untuk umum dan siapa saja diperbolehkan untuk makan di sana secara cuma-cuma. Untuk masakannya sendiri, menurut saya rasanya agak hambar, kurang berbumbu. Tapi saya cukup menikmatinya karena jarang-jarang atau mungkin cuma sekali itu saya bisa menikmati masakan kuil. (^_^)

Seafood Steamboat (Haemul… entahlah)

Masih di hari keempat, setelah menghabiskan sore romantis (hueekk… >,<) di pinggir pantai Haeundae – Busan, saya dan Damara memutuskan mencari makan malam. Di sepanjang jalan dari Stasiun menuju pantai, banyak terdapat restoran seafood yang membuat air liur menetes, serta mata membelalak karena harganya yang suangat muahal sekuali. Setelah berputar-putar cukup lama akhirnya kami menemukan sebuah restoran yang harganya cukup terjangkau dan kelihatan enak. Ternyata kali ini kami cukup beruntung. Makanan yang disajikan sangat lezat, porsinya besar dengan harga yang terjangkau, huehehe… =3. Kami memesan 1 porsi seafood steamboat extra hot ukuran besar untuk berdua. Isi seafoodnya cukup lengkap, ada udang, ikan, kepiting, kerang, cumi-cumi, hingga gurita. Rasa pedasnya pun mantap, sangat maknyuss dan mampu mengobati kekecewaan kami karena tragedi cold noodle sehari sebelumnya. (^_^)


3 komentar:

  1. oohh..pantes, pulang2 menggendut..
    whahaa
    kabuuurrrr takut kena jitak :P

    piss maimen!
    like this ning, mupeng deh
    hehehe

    BalasHapus
  2. yaahh...begitulaah...
    salahkan udara dingin yang selalu membuat perut kelaparan,hahaha.... ;P

    sekarang tinggal bingungnya nih gimana caranya ngilangin lemak2 sisa musim dingin... >,<"

    BalasHapus
  3. duuuhh..nining...jadi pengen ke korsel...btw ketemu artis nggak disana??tau ke korea kan aku titip oleh2 kim bum..hahaha

    BalasHapus